STRA, singkatan dari Surat Tanda Registrasi Apoteker, dokumen yang menunjukkan kalau kami-kami para apoteker di seluruh Indonesia ini sudah sah dan ter-registrasi atau terdaftar sebagai apoteker. Sertifikat ini dikeluarkan oleh Komite Farmasi Nasional (KFN).
Terdaftar sebagai apoteker sudah, lalu apa selanjutnya?
Untuk dapat melakukan praktek profesi, dibutuhkan yang namanya SIKA/SIPA (Surat Izin Kerja/Praktek Apoteker) untuk bisa menjadi apoteker penanggung jawab.
Nah, sebelum mendapatkan STRA ini, butuh yang namanya SKPA (Surat Kompentensi Profesi Apoteker). SKPA ini diperoleh setelah mengumpulkan SKP atau istilahnya poin yang didapat dari seminar-seminar, pengabdian masyarakat, dan bukti praktek apoteker seperti pembuatan SOP, tanda tangan pengesahan untuk pelulusan produk, dsb, bla...bla...bla...
Kalau dijelaskan secara gamblang, bakal jadi 1 materi kuliah sendiri dengan total pertemuan 12 kali tatap muka, 2 sks, selama 1 semester. Singkatnya seperti ini:
Terdaftar sebagai apoteker sudah, lalu apa selanjutnya?
Untuk dapat melakukan praktek profesi, dibutuhkan yang namanya SIKA/SIPA (Surat Izin Kerja/Praktek Apoteker) untuk bisa menjadi apoteker penanggung jawab.
Nah, sebelum mendapatkan STRA ini, butuh yang namanya SKPA (Surat Kompentensi Profesi Apoteker). SKPA ini diperoleh setelah mengumpulkan SKP atau istilahnya poin yang didapat dari seminar-seminar, pengabdian masyarakat, dan bukti praktek apoteker seperti pembuatan SOP, tanda tangan pengesahan untuk pelulusan produk, dsb, bla...bla...bla...
Kalau dijelaskan secara gamblang, bakal jadi 1 materi kuliah sendiri dengan total pertemuan 12 kali tatap muka, 2 sks, selama 1 semester. Singkatnya seperti ini:
SKP --> SKPA --> STRA --> SIPA/SIKA --> Apoteker Penanggung Jawab
Dari kesekian proses yang panjang menjadi Apoteker Penanggung Jawab ini, kebetulan pada tahun kelulusan saya, SKPA dan STRA sudah saya dapatkan sebagai bekal pasca kelulusan pendidikan profesi. Saat itu, apoteker muda yang baru lulus profesi dianggap memiliki kompetensi dan berhak mendapatkan SKPA dan STRA.
Lalu untuk SIPA/SIKA?
Ya tergantung apotekernya, dia mau "berpraktek" di apotek, klinis, distributor atau produsen? kalau apotek/klinis ya perlu mengurus SIPA. Kalau di bagian distributor dan produsen/industri butuhnya SIKA. Selama saya belum menjabat sebagai Apoteker Penanggung Jawab, saya masih belum repot-repot mengurus SIKA/SIPA, hehehe (buat adek-adek apoteker yang masih "baru", jangan ditiru ya).
Lalu ada apa antara saya dan STRA?
Lalu untuk SIPA/SIKA?
Ya tergantung apotekernya, dia mau "berpraktek" di apotek, klinis, distributor atau produsen? kalau apotek/klinis ya perlu mengurus SIPA. Kalau di bagian distributor dan produsen/industri butuhnya SIKA. Selama saya belum menjabat sebagai Apoteker Penanggung Jawab, saya masih belum repot-repot mengurus SIKA/SIPA, hehehe (buat adek-adek apoteker yang masih "baru", jangan ditiru ya).
Lalu ada apa antara saya dan STRA?
Ini sih.. AADC 2 (Image Source) |
Saya sudah menjalani perkuliahan di fakultas Farmasi dengan menghabiskan waktu selama 4 tahun, ditambah pendidikan profesi selama 1 tahun. Kelulusan adalah hal yang saya tunggu-tunggu selama 4 tahun saya menyelam di antara buku-buku, berbaur dengan reagen-reagen yang corrosive, highly explosive, dan highly volatile, menghabiskan segelas susu tiap kali selesai kegiatan praktikum serta berkubang dengan nanoemulsi pada semester akhir.
Pelafalan Sumpah Apoteker adalah momen yang saya tunggu-tunggu selama setahun terakhir pendidikan profesi. Rasa harap-harap cemas menaungi saat-saat saya membayangkan seperti apa rasanya dunia luar, seperti apa rasanya mengambil keputusan diantara kerugian sekian juta rupiah dan keselamatan pasien yang menerima obat saya. Mungkin hal ini tidak sebanding dengan memori saya beberapa tahun silam yang penuh warna dan keringat yang terbuang sia-sia.
Saat itu hari penobatan saya menjadi apoteker sejati (nambah gelar ",Apt." dibelakang nama saya, hehehe). Selesai acara, saya bersama mertua dan istri saya jalan-jalan ke Taman Bungkul, karena jam 5 sore harus segera check-in di Juanda supaya nggak ditinggal sama sopir pesawatnya, karena ini bukan angkot.
Sekitar jam 3.30 sore, saya dapat jarkom (jaringan komunikasi/pesan berantai) dari komting/ketua kelas kalau hari itu juga harus kembali ke kampus untuk mendaftarkan nama, nomor induk mahasiswa, dan data-data lain untuk keperluan pembuatan STRA, wajib, kalo nggak dateng berarti dosa.
Otomatis yang tadinya nyantai-nyantai duduk-duduk diterpa angin semilir langsung gelagapan ngebut ke kampus kan, ditambah maksimal ditunggu sampai jam 4 sore, kalau nggak, STRA nggak jadi, ancaman macam apa itu. Okelah mungkin jarkom tersendat yang seharusnya info dari siang nggak tersalurkan. Tapi kenapa harus mendadak seperti ini, sedangkan saya cuman waktu 30 menit berkendara dengan mobil dari Taman Bungkul ke Dharmawangsa, sial sekali saya hari itu.
Sekitar jam 3.30 sore, saya dapat jarkom (jaringan komunikasi/pesan berantai) dari komting/ketua kelas kalau hari itu juga harus kembali ke kampus untuk mendaftarkan nama, nomor induk mahasiswa, dan data-data lain untuk keperluan pembuatan STRA, wajib, kalo nggak dateng berarti dosa.
Otomatis yang tadinya nyantai-nyantai duduk-duduk diterpa angin semilir langsung gelagapan ngebut ke kampus kan, ditambah maksimal ditunggu sampai jam 4 sore, kalau nggak, STRA nggak jadi, ancaman macam apa itu. Okelah mungkin jarkom tersendat yang seharusnya info dari siang nggak tersalurkan. Tapi kenapa harus mendadak seperti ini, sedangkan saya cuman waktu 30 menit berkendara dengan mobil dari Taman Bungkul ke Dharmawangsa, sial sekali saya hari itu.
Sesampai di kampus, tentu saja sudah lebih dari jam 4 sore, hampir jam 5 malah. Staf kampus yang mengurusi perihal STRA ini sudah pulang, mungkin keluarganya tercinta sudah menunggu di rumah. Ada pengumuman tambahan waktu itu. Bagi yang tidak bisa mengurus hari itu, diberi kesempatan besok harinya (Hari Jumat kalau tidak salah).
Saya kesal, tidak tau harus mengunyah kerikil yang mana. Bagaimana tidak? Tiket pesawat perjalanan pulang saya otomatis hangus karena waktunya sudah kurang dari 24 jam sebelum pesawat berangkat. Saya mencoba berpikir positif, ah sudahlah gaji saya setahun masih cukup buat menutup tiket pesawat saya yang hangus itu. Tapi masalahnya, saat itu saya sama sekali tidak bisa berpikir positif karena tiket itu saya beli dengan hasil kerja saya (walaupun masih bekerja seumur jagung) dan dengan semangat yang sudah saya bangun untuk menyambut pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya, saya pasrah.
Saya kesal, tidak tau harus mengunyah kerikil yang mana. Bagaimana tidak? Tiket pesawat perjalanan pulang saya otomatis hangus karena waktunya sudah kurang dari 24 jam sebelum pesawat berangkat. Saya mencoba berpikir positif, ah sudahlah gaji saya setahun masih cukup buat menutup tiket pesawat saya yang hangus itu. Tapi masalahnya, saat itu saya sama sekali tidak bisa berpikir positif karena tiket itu saya beli dengan hasil kerja saya (walaupun masih bekerja seumur jagung) dan dengan semangat yang sudah saya bangun untuk menyambut pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya, saya pasrah.
Tiket Hangus, Uang Melayang.. (Image Source) |
Keesokan harinya, dengan jiwa yang sudah lesu ditambah kekesalan yang terpendam, saya sampaikan kepada para staf yang mengurusi STRA saya ini bahwa saya kemarin harinya terpaksa menghanguskan tiket pulang saya demi menuntaskan urusan administrasi saya.
Maaf, Pak, Bu, saya memahami pekerjaan yang Bapak dan Ibu lakukan. Berangkat pagi, pulang sore hampir petang untuk mengurus keperluan administrasi kami para mahasiswa-mahasiswa yang masih "hijau" ini yang belum mengerti tentang tanggung jawab kepala keluarga. Tapi saya hanya minta sekali saja, bayangkan kalau Anda-Anda ini berada di posisi kami, seperti apa rasanya. Urusan remeh ini nggak akan jadi masalah kalau mahasiswa satu kampus berdomisili di Surabaya semua.
Maaf, Pak, Bu, saya memahami pekerjaan yang Bapak dan Ibu lakukan. Berangkat pagi, pulang sore hampir petang untuk mengurus keperluan administrasi kami para mahasiswa-mahasiswa yang masih "hijau" ini yang belum mengerti tentang tanggung jawab kepala keluarga. Tapi saya hanya minta sekali saja, bayangkan kalau Anda-Anda ini berada di posisi kami, seperti apa rasanya. Urusan remeh ini nggak akan jadi masalah kalau mahasiswa satu kampus berdomisili di Surabaya semua.
Okelah memang kondisi saya saat itu dikategorikan kondisi khusus di mana saya sudah diterima kerja sebelum saya lulus. Itu memang salah saya. Lalu bagaimana dengan teman-teman saya yang sudah terlanjur pulang ke daerah asalnya masing-masing? Yang harus memesan tiket kereta api 3 bulan sebelumnya karena harus berebut dengan calon penumpang lain demi mendapatkan tiket kereta ekonomi dengan harga terjangkau?
Atau teman-teman saya yang tempat asalnya di timur, yang bahkan untuk kesana saja harus menempuh perjalanan berjam-jam dan harus bergonta-ganti moda transportasi, hanya untuk menulis nama, nomor induk, alamat, tempat/tanggal lahir dan tanda tangan, yang sama sekali tidak bisa diwakilkan bahkan dengan surat kuasa? Hmmm....... *thinking*
Atau teman-teman saya yang tempat asalnya di timur, yang bahkan untuk kesana saja harus menempuh perjalanan berjam-jam dan harus bergonta-ganti moda transportasi, hanya untuk menulis nama, nomor induk, alamat, tempat/tanggal lahir dan tanda tangan, yang sama sekali tidak bisa diwakilkan bahkan dengan surat kuasa? Hmmm....... *thinking*
Sama seperti seluruh manusia di bumi ini, kita nggak bisa menyamaratakan kondisi kita yang harus makan 3 kali sehari dengan minimal sebulan sekali makan di restoran mahal, dibandingkan dengan saudara-saudara kita di barat nun jauh di sana yang bahkan untuk bertahan hidup setiap hari saja merupakan perjuangan setengah mati setengah lesu.
Kita tidak bisa menyamaratakan, bahwa semua mahasiswa harus bisa hadir tanpa terkecuali dalam waktu 30 menit setelah itu bye. For your knowledge, mengumpulkan teman-teman satu angkatan dalam sebuah forum saja susahnya minta ampun, Pak, Bu. Mohon dikaji lagi kebijakan-kebijakan seperti itu di masa mendatang. Cukup kami saja yang mengalaminya, jangan libatkan adik-adik angkatan kami dalam kesulitan seperti ini lagi.
Kita tidak bisa menyamaratakan, bahwa semua mahasiswa harus bisa hadir tanpa terkecuali dalam waktu 30 menit setelah itu bye. For your knowledge, mengumpulkan teman-teman satu angkatan dalam sebuah forum saja susahnya minta ampun, Pak, Bu. Mohon dikaji lagi kebijakan-kebijakan seperti itu di masa mendatang. Cukup kami saja yang mengalaminya, jangan libatkan adik-adik angkatan kami dalam kesulitan seperti ini lagi.
Kejadian ini memang sudah cukup lama dan banyak menguras energi saya waktu itu. Mungkin bagi beberapa orang yang kurang memahami kondisi kami, menganggap masalah ini sebagai "apa sih? gini aja diributin". Tak apalah, saya berharap di masa mendatang kampus saya yang itu semakin maju, sistemnya mulai tertata bagus dan semoga semakin berkembang ke arah yang positif. Lagi pula, tanpa jasa dan kerja keras mereka-mereka ini, kami tidak akan berada di tempat ini sekarang. Terima kasih atas pengalaman yang berharga ini.
Itulah sepenggal pengalaman saya bersama STRA. Sepertinya bahasa yang saya gunakan banyak mengandung unsur kekesalan. Hahaha... sudahlah namanya juganyampah berbagi pengalaman hidup. Semoga bermanfaat :p
Sumber & Link Terkait:
Terima Kasih :') (Image Source) |
Itulah sepenggal pengalaman saya bersama STRA. Sepertinya bahasa yang saya gunakan banyak mengandung unsur kekesalan. Hahaha... sudahlah namanya juga
Sumber & Link Terkait:
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/2009/51tahun2009pp.htm
http://binfar.kemkes.go.id/?wpdmact=process&did=MTMuaG90bGluaw==
http://stra.depkes.go.id/
https://www.youtube.com/watch?v=KUelvxk_aPU
http://www.kennysung.com/10-penyebab-yang-mempersulit-pendapatan/
http://www.inspiringgenerations.org/2015/03/30/thank-you-2/
No comments:
Post a Comment