09 November 2016

Mengejar Praktikum Steril


Aku berlari mengejar mimpi dalam sisa-sisa nafas yang terbawa angin...

Buka-buka FB jaman nggak enak, nemu status kaya gini, hihihi. Baiklaaah, kita kembali ke tanggal 19 Desember 2012.
Saat itu saya semester 7 (di awal tahun keempat saya kuliah di farmasi). Hari itu adalah kuliah terakhir untuk mata kuliah "Teknologi Sediaan Steril", minggu depan sudah ujian praktek dan seperti biasa, dosen kami tak henti-hentinya mengingatkan kami untuk mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang harus dibawa saat ujian nanti. Saat itu kami bergegas ke "Ruang Simulasi Steril" untuk melakukan cek akhir perlengkapan apa saja yang kurang dan harus segera dibeli. Saya memisahkan diri dari gerumbulan teman-teman dan bergegas menemui dosen saya waktu itu.
"Bu, saya mau ijin untuk ujian minggu depan saya kemungkinan datang agak terlambat"
"Loh, kenapa?"
"Kebetulan minggu depan saya ke luar kota, mau menghadiri acara pengukuhan Ibu saya"
"Oh, pengukuhan apa ya? Di mana?"
"Itu, Bu.. Anu, Ibu saya mau diangkat jadi profesor, di Bogor, Bu..". Kemudian dosen saya diam sejenak waktu itu.
"Hmm, yaudah gapapa, tapi saya kasih batas waktu sampai jam 10 siang ya, kalau kamu nggak datang berarti kamu nggak dapet nilai"
"Iya, Bu, siap. Terima kasih."

Satu hal yang saya pelajari dari cerita ini adalah: Keluarga itu nomer 1. Mau seribet apapun pekerjaan, sepadet apapun jadwal tayangmu, keluargalah yang memberikan tempat naungan kepada kita. So... Family is My Home.

Home Sweet Home (Image Source)
Minggu depannya (saya lupa waktu itu tanggal berapa, siang/malam, hehe..), saya dan orang-orang seisi rumah cabut ke Bogor. Kami menginap di Guest House dekat IPB. Nggak banyak yang saya ingat pas saya datang ke Bogor. Ini adalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di "Tanah Sunda". Perbedaan bahasa dan kebiasaan sehari-hari masih suka bikin saya kaget. Saya juga lupa berapa lama saya di sana, rasanya hampir 3 hari, entahlah. Ingatan jangka panjang saya sering kabur-kabur. Sama seperti analis-analis saya kalo disuruh nulis di logbook  bilangnya, "Iya, Pak. Ntar ditulis" sambil pasang kuda-kuda mau kabur gitu. Satu-satunya hal yang saya ingat adalah lidah saya agak kurang cocok dengan makanan khas Sunda, dan di sini teh tawar itu gratis. 

Malam sebelum hari H pengukuhan Ibu, saya ingat waktu itu baca novel Perahu Kertas. Selesai membaca, saya SMS (hari gini, boro-boro SMS) ke seorang temen saya. Saya bilang kalau ceritanya ternyata bagus. Tanpa sadar, ketika itu saya mulai membuka pembicaraan kepada teman saya itu setelah beberapa hari tidak saling sapa. Dan, coba tebak! Beberapa minggu kemudian kami jadian dan beberapa tahun kemudian kami menikah.. hehehehe.... sstt... :D

Original cover novel Perahu Kertas (image source)
Hari H pengukuhan tiba (maaf ya Ibuku, lupa tanggalnya.. hehehe). Ibu berorasi di depan mimbar dengan penuh kharisma dan bintang bertebaran. Ada 3 kolega Ibu waktu itu yang berbeda disiplin ilmu, saling mempresentasikan hasil penelitiannya. Selesai orasi, kami sekeluarga melakukan sesi foto, padahal tamu yang lain udah pada menuju ruang makan. Seneng rasanya, sekaligus bangga punya seorang ibu yang mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk penelitian sekaligus menjadi ibu yang diidolakan anak-anaknya di rumah. *terharu*

Malamnya saya nonton pertandingan Liga Inggris. Kebetulan tim jagoan saya main malem itu, dengan hasil akhir 4-3 untuk kemenangan tim jagoan saya, yang sebelumnya tertinggal 0-1 (Comeback is reaaalll....!!!!). Seru sekali pertandingannya, kayak ping pong, gantian mencetak gol. Paginya, sekitar jam 4 subuh, saya bersiap untuk pulang ke Surabaya karena hari ini adalah ujian praktek yang ditunggu-tunggu. Ibu dan adik tidak ikut pulang karena masih ada agenda yang harus dilakukan hari itu. Saya berpamitan dengan Ibu untuk pulang duluan dan minta didoakan untuk kelancaran ujian nanti dan yang pasti supaya nggak telat. 

Gol Kemenangan pada menit ke-90 (Image Source)
Langsung saja bersama teman-teman Ibu yang juga mau pamit duluan, kami bergegas ke bandara. Untuk ke bandara Soetta, saya naik bis Damri dari Bogor yang langsung ke bandara, soalnya kalau pake oper-operan buat menghemat biaya, bisa-bisa nyampe Surabaya udah malem aja. Pesawat dijadwalkan jam 6 pagi, dan jam 5 kami sudah tiba di bandara sambil solat subuh dulu, alhamdulillah nggak telat naik pesawatnya. Saya baru sadar selama sepersekian detik kalau saya satu pesawat sama personil band Ungu, tapi saya nggak terlalu peduli sih, saya nggak suka Ungu. Pesawat saya waktu itu Batavia Air. Sampai sekarang saya masih agak takjub-takjub sendiri karena pada tanggal itu, sebulan kemudian, pesawat-pesawat Batavia Air sudah tidak beroperasi lagi karena masalah finansial yang akhirnya berujung pada kebangkrutan. Itu adalah pengalaman pertama saya naik pesawat, sekaligus penerbangan terakhir saya dengan Batavia Air. 

Dibuang Sayang (Image Source)
Sekitar jam 8 pagi pesawat sudah mendarat di Bandara Juanda. Saya berpamitan dengan teman-teman Ibu di bandara dan langsung berlari mencari taksi di antara berjubelnya orang-orang yang nawarin "taksi". Setelah nemu taksi ber-argo dan punya nama yang familiar buat saya, saya langsung naik, bilang ke pak taksinya ke arah Kutisari, lewat mana aja yang bisa cepet, tapi bawa mobilnya ati-ati. Ya, mungkin permintaan saya aneh-aneh waktu itu, berhubung berangkat dari Bogor bau keringat semua dan saya belum mandi! Oh, No! Sampai di rumah, fokus utama saya adalah ke kamar mandi dulu. Selain mau mandi, dari sepanjang perjalanan saya sudah kebelet macem-macem dan udah nggak tahan. Oke, abaikan.

Saya mandi, selesai mandi langsung dandan ganteng dulu, rapihin rambut, baru cabut ke kampus naik motor perjuangan, dengan agak sedikit ngebut. Jam waktu itu sudah menunjukkan 09.00, masih ada waktu buat ngatur nafas, siap-siap buat ujian sambil tanya-tanya ke temen-temen tips and trick-nya apa aja. Sampai di kampus setengah jam kemudian, saya masuk ke Departemen Farmasetika, tempat ujiannya berlangsung. 

Ketika di dalam saya berpapasan dengan teman-teman saya yang sudah selesai ujian semua. Sambil pakai jas lab dan menghafal anjuran dari temen-temen sekelompok, saya bergegas ke ruang simulasi dan menjalankan ujian. Oh ya, walaupun ceritanya ini adalah kerja tim untuk mempersiapkan semua peralatan, ujiannya tetap berdasarkan kemampuan individunya. Jadi ceritanya alat-alat steril itu jumlahnya disesuaikan, disiapin bareng-bareng tapi dipakai sendiri-sendiri, nah loh, bingung nggak? Di dalem ruang simulasi, lumayan berdebar juga karena persiapan saya yang minim, tapi berkat tim saya yang sudah nyiapin semua dari pagi, saya jadi tenang, thanks teman-teman :))

Kata "appreciation" diganti "support" ya biar pas, hehe (Image Source)
Yah, walaupun ada beberapa step yang saya lupa, nggak masalah lah kalau akhirnya saya tau nilai akhir saya dapet segitu. Semua berkat teman-teman sekelompok saya (Kholis n Christin) kesabaran dosen yang mengawasi saya ujian dengan sabar -padahal yang lain udah kelar, saya belum- (Bu Sari) dan dosen penanggung jawab mata kuliah -favorit mahasiswa-mahasiswa cowok, terutama yang jomblo, wkwkwk :D- (Bu Dini). 

Semua keberhasilan yang kita raih sekarang, adalah campur tangan Yang Maha Kuasa, yang diberikan melalui manusia-manusia di sekitar kita, yang tanpa kita sadari, seringkali kita lupa bersyukur kepadaNya.

Have a nice day :)))

Link & Sumber Terkait:

Pengalaman pribadi

http://quotesgram.com/my-family-is-my-life-quotes/

https://www.getscoop.com/id/buku/perahu-kertas

http://www.bbc.com/sport/football/20779136

http://events.snydle.com/thank-you-cards-thank-you-photo-cards.html

https://www.planespotters.net/airline/Batavia-Air

No comments:

Post a Comment